Kamis, Februari 05, 2009

Guru Bahagia

Guru Bahagia: Seperti Umar Bakrie atau Bu Muslimah?

Posted by: "Anwar Holid"


Pikiran yang bahagia berperan penting dalam karir sebagai guru & pendidik yang berkualitas. Poin-poin pada The 7 Laws of Happiness menguatkan asumsi itu.

BANDUNG - Lebih dari 600 orang guru dan kalangan umum lain menghadiri acara pra-workshop The 7 Laws of Happiness untuk para guru, orangtua dan mahasiswa yang diselenggarakan Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) Salman ITB, pada Minggu, 1 Februari 2009.

 

Talkshow bertema Menjadi Guru yang Bahagia itu membicarakan seperti apa dan bagaimana menjadi guru yang bahagia,. "Orang baru disebut hebat dan berkualitas setelah mampu mengatasi masalah. Begitu juga guru. Jika mendapat murid yang bermasalah, berarti Tuhan ingin meningkatkan kualitas Anda sekalian," demikian katanya..

"Contoh guru yang bahagia itu seperti tokoh bu Muslimah di film Laskar Pelangi," . Film itu memotret sosok seorang guru yang tetap optimistik dan terus memberi semangat kepada murid-muridnya, lepas berbagai kekurangan jelas-jelas bisa mengancam kualitas dan prestasi mereka. Dia menghadapi muridnya sesuai karakter, sekaligus mampu menjaga kebersamaan.


Guru bahagia juga merupakan guru yang paling dikenang para murid-muridnya. Merekalah guru dengan energi positif melimpah ruah, terasa sampai kapan dan di manapun anak didik mereka berada. Seperti orang bahagia lainnya, guru bahagia punya energi banyak untuk dibagi-bagikan kepada orang lain yang membutuhkan. "Keteladanan merupakan salah satu hal paling penting bagi guru,", tanpa mengabaikan bahwa semua guru memiliki problem masing-masing, mulai di dalam kelas, di tempat kerja, berinteraksi dengan kolega, atasan, bahkan di rumah tangga dan kehidupan pribadi.

 

 "Bagaimana dengan guru seperti Umar Bakrie?". " yang patut dicontoh dari Umar Bakrie ialah keteladanan dan kegigihannya mengajar," jawab Arvan.

Dalam uraian yang diselang-selingi oleh tanya jawab, presentasi, juga kisah dan ungkapan segar, Arvan menengarai ada tiga jenis guru, yaitu:
* guru yang badannya ada di kelas, tapi pikirannya melanglang ke tempat lain
* guru yang badan dan pikirannya di kelas
* guru yang ikhlas, yakni guru dengan badan, pikiran, dan jiwa memberikan pengabdian terbaik bagi murid dan pendidikan.

Untuk menjadi guru yang ikhlas memang butuh pelatihan, sebab kualitas ini harus lahir sebagai cita-cita ideal, yakni berupa proses menjadi guru yang baik. Pelatihan itu bisa berupa persoalan nyata yang dihadapi sehari-hari, misalnya menghadapi murid-murid bandel. "Guru yang hebat tetap mencintai murid-murid bandel, terus berusaha membuat murid menjadi lebih baik," sokong dia memotivasi hadirin. Di tengah banyaknya kasus pelecehan terhadap profesi guru atau pendidik yang mempermalukan mereka sendiri, guru bukan hanya dituntut pintar, melainkan juga tabah, cerdas, kreatif, dan kaya dengan berbagai wawasan, misalnya kecerdasan emosional dan cara mengajar yang menarik.

Copyright © 2009 BUKU INCARAN oleh Anwar Holid

Situs terkait:
http://www.mizan. com
http://www.ilm. co.id

 

Senin, Januari 26, 2009

Relawan Moblib dari Masa ke Masa


relawan pendamping anak - dari masa ke masa

Kamis, Januari 22, 2009

BUKU MOBLIB BULAN INI




Judul buku : Bertanam sayur Yuuk...!
Penulis : Tim Mekarsari
Penerbit : Penerbit Kanisius
Cetakan : 2008
Tebal : 32 Halaman

Ternyata bertanam sayur itu mudah dan menyenangkan lho, kitapun bisa melakukanya sendiri di rumah, memilah benih, menyamai benih, memupuk tanaman sampai merawat tanaman sayur supaya tumbuh baik, menyenangkan bukan? Buku ini berisi tentang bagaimana bertaman sayur, mulai dengan bagaimana tanaman sayuran dapat bertambah banyak, membedakan biji, macam-macam tanaman sayuran dan juga manfaat tanaman sayuran yang kita tanam.

Selain itu dalam buku ini juga dijelaskan cara bertanam sayuran dari penyemaian benih sampai pada perawatan tanaman sayuran. dengan membaca buku ini kamu bisa melihat ternyata menanam sayur itu tidak sulit dan banyak manfaat yang kita dapat. Jadi yuk membaca buku ini dan bertanam sayur!

PERSAMI (Perkemahan Sabtu Minggu)

Hari ini hari Jumat, kak Aji mengadakan rapat dan kami pun juga diundang. Kak Aji punya usul bagaimana kalau kita mengadakan persami, Kami semua pun setuju. Keseokan harinya kami semua berkumpul di depan sekolah dengan membawa tas berisi perlengkapan disana. “Jika sudah lengkap, mari kita berangkat.”

Lokasi persami terletak di Kaliurang. Sesampainya disana. “Kak Aji, sekarang kita ngapain, nih?” tanya Riska. “Kita sekarang dirikan tenda saja.” jawab kak Aji. “Nanti aja kak, kan capek!” jawab Meylisa. “Ya sudah nanti saja, lima menit lagi loh.” jawab kak Aji lagi.
Lima menit kemudian... “Ayo anak-anak kita dirikan tenda, sebelum itu kakak akan membagi tugas dulu.” perintah kak Aji. Kelompok Mawar : Tiara, Tania, Tia, April, dan Hellen memasak. Kelompok Sakura : Kirana, Berna, Septian, Sion, dan Derlin mencari kayu bakar. Kelompok Melati : Maria, Gabriel, Grecia, Ciara dan Ellen membersihkan tempat ini. Kelompok Bugenfil : Jovina, Meylisa, Meylinda, Dina dan Xnas mendirikan tenda. Kelompok Kamboja : Riska, Ifyani, Cha-cha, Tifanny dan Abner memasukkan barang –barang ke tenda masing-masing.

Mereka semua pun mengerjakan dengan tertib. Semua pekerjaan dikerjakan dengan senang hati. Sesudah sayurnya matang, kami pun makan dan membuat api unggun.
Abner dan Sion sedang menata kayu untuk membuat api unggun dan api unggun pun jadi. Kami semua pun berkumpul mengelilingi api unggun dan bernyanyi-nyanyi di iringi musik, gitar yang dimainkan oleh Abner, Gabriel, sion, dan Septian. Tak terasa sudah pukul 22.00 WIB, kami semua pun tidur.

Keesokan harinya… “Kukuruyuk, kukuruyuk” suara ayam berkokok bertanda bahwa sekarang sudah pagi. Kita semua pun langsung bangun dan senam pagi baru kita mandi.
Tepat pukul sembilan pagi, kak Aji mengumpulkan kami semua. “Anak-anak, apakah kalian ingin kakak ajak berkeliling desa ini?” tanya kak Aji. “Mau, mau.” jawab kami serempak.

Kami semua pun berkeliling desa. Ditengah perjalanan kami bermain air disebuah air terjun. Tak terasa sudah pukul empat sore dan kami pun kembali ke tempat perkemahan itu. Tak seperti biasa kami tidak membuat api unggun Karena kami capek. Keesokan harinya… Paginya kami membereskan tempat ini karena kami akan pulang dan kami pun berpamitan dengan warga di desa itu karena sudah mengijinkan kami berkemah di tempat itu dan kami pun pulang.“Sayonara”

Dan keesokan harinya kami sudah kembali belajar di sekolah SD Harapan Bangsa Jakarta. Pengalaman yang sungguh menyenangkan dan mengesankan.


Agnes Dian Mayasari (SDK Duwet, klas 5)
(sumber: rublik cerpen TALI edisi 2)

Kisik: Ngombeni Jaran Kepang




Kisik: Ngombeni Jaran Kepang


TGL 18 Januari 2009, di desa Kisik,Minggir,Sleman diadakan ritual "Ngombeni Jaran Kepang". Acara tersebut dimulai dengan penampilan awal yang dilakukan oleh kelompok penjathil pertama, dan dilanjutkan arak-arakan menuju sendang untuk memandikan dan memberi minum jaran kepang yang dipakai penari. Setelah ritual tersebut arak-arakan kembali lagi ke arena pertunjukan dengan penampilan seluruh kelompok. Yang menarik perhatian adalah salah satu kelompok yang anggota penarinya sebagian besar adalah anak-anak, seperti tak mau kalah dengan penampilan penjathil dewasa, mereka menyuguhkan penampilan tarian yang lebih sederhana tapi tak kalah memukau. Sejak acara tersebut dimulai tempat pertunjukan sudah dipenuhi masyarakat yang ingin menyaksikan ritual dan penampilan jathilan tersebut.

Ritual tersebut diadakan untuk menghidupkan kembali tradisi kesenian jathilan yang beberapa lama sempat menghilang dan kemudian diangkat kembali oleh komunitas kesenian Eko Budoyo Krido Turonggo. Ngombeni jalan kepang sendiri secara yang harafiah berarti memberi minum kuda kepang, menurut Mbah Sukar, seorang sesepuh desa setempat, titual "Ngombeni Jaran Kepang tersebut mengandung filosofi (makna), menyegarkan dan membangun kembali semangat berkesenian dan menghargai kesenian dan tradisi leluhur.(sumber: rublik jalan-jalan TALI edisi 2)

Rabu, Januari 14, 2009

Studi Banding Program Pustaka Sampoerna TINGKATKAN KAPASITAS LAYANAN DAN KEMAMPUAN DIRI


“Stop Over” adalah Perpustakaan Keliling yang melayani masyarakat secara berkeliling, Stop Over ini merupakan cikal bakal dari Taman Bacaan Masyarakat yang akan mereka bangun.


Rabu – Jumat, 7 -9 Januari 2009, PT. Sampoerna Tbk dan Yayasan Pengembangan Perpustakaan Indonesia (YPPI), mengadakan studi banding ke beberapa perpustakaan dan Taman Bacaan Masyarakat di Yogyakarta. Studi banding ini diikuti oleh 45 orang dari 4 Taman Bacaan Masyarakat dan 5 Stop Over di Surabaya, 4 Taman Bacaan Masyarakat dan 5 Stop Over di Pasuruan, yang merupakan Taman Bacaan Masyarakat yang didanai dan didampingi oleh PT. Sampoerna Tbk dan Yayasan Pengembangan Perpustakaan Indonesia.

Studi banding yang diikuti oleh relawan dan pengurus Taman Bacaan Masyarakat dalam Program Pustaka Sampoerna dimaksudkan untuk lebih meningkatkan wawasan dan pengetahuan dengan melihat Perpustakaan dan Taman Bacaan Masyarakat di Yogyakarta, selain itu untuk menumbuhkan rasa kebersamaan dan kompetisi yang positif untuk menjadi lebih baik.

Kegiatan studi banding ini diisi dengan berbagi pengalaman, diskusi, launching Buletin JENDELA PUSTAKA dan kunjungan ke beberapa Perpustakaan dan Taman Bacaan Masyarakat di Yogyakarta.

Salah satu perpustakaan yang menjadi rujukan mereka adalah Perpustakaan Keliling Anak SATUNAMA, Perpustakaan Keliling Galang Press, Perpustakaan IVAA, PKBM “Rumpun” Kampung Badran dari Yayasan Pondok Rakyat, Perpustakaan Kota Yogyakarta, dan Perpustakaan Mitra Tema Bantul yang sebagian besar dari perpustakaan tersebut tergabung dalam Jaringan Perpustakaan Alternatif “BIBLIO”.

Dari hasil diskusi ada beberapa pertanyaan yang menarik dari mereka yang ditujukan untuk perpustakaan kita diantaranya adalah masalah sumber dana, biaya operasional, konsep volunteerism, suka duka mendampingi masyarakat dan kegiatan pendukung di masing masing komunitas yang didampingi SATUNAMA.

Perpustakaan Keliling Anak SATUNAMA juga mensosialisasikan gemar membaca dengan semboyan “MEMBACA ITU MENYENANGKAN” untuk mengubah paradigma yang ada di masyarakat saat ini bahwa “MEMBACA ITU MEMBOSANKAN”.

Selain itu ada pemaparan dari 2 orang narasumber yaitu Ida Fajar ( Kepala Perpustakaan UGM) dan Tri Suhartini (Yayasan Pondok Rakyat). Ida Fajar dalam pemaparannya mengatakan bahwa masyarakat kita ini banyak yang “aliterasi” artinya tidak suka atau tidak mau membaca. Hal ini terjadi karena sejak kecil kita tidak dididik untuk gemar membaca. Suasana berbagi pengalaman dengan Tim MOBLIB. Selain itu perpustakaan yang ada di Indonesia khususnya perpustakaan yang dimiliki oleh pemerintah dibuka hanya terbatas pada jam kerja, sehingga pengujung tidak bisa mengakses perpustakaan tersebut diluar jam kantor dan sekolah.

Di Singapore, untuk meningkatkan minat baca masyarakat, kebanyakan perpustakaan yang ada dibuka setelah jam kantor. Dampak dari menumbuhkan minat baca tidak bisa dilihat dalam jangka pendek, misalnya anak-anak usia Sekolah Dasar yang sudah dibiasakan gemar membaca mulai sekarang baru akan kelihatan hasilnya mungkin 15 tahun mendatang.

Tri Suhartini dalam pemaparannya mengatakan bahwa di Yogyakarta sebutan untuk perpustakaan komunitas sangat beragam misalnya Taman Bacaan Masyarakat, Pondok Baca, Balai Baca, dan lain-lain.

Perpustakaan Alternatif “BIBLIO” merupakan salah satu wadah untuk berjejaring dari perpustakaan komunitas, perpustakaan LSM, dan perpustakaan pribadi di Yogyakarta. Menurut pengalaman narasumber dalam mendampingi di komunitas tidak mudah untuk menumbuhkan minat baca masyarakat saat ini, untuk mengarahkan masyarakat agar gemar membaca bisa diawali dengan kegiatan pendukung yang menyenangkan.

Selain itu menumbuhkan semangat berswadaya dan swakelola di masyarakat untuk membangun perpustakaan komunitas masih sangat kurang, karena perpustakaan komunitas yang dibangun kebanyakan perpustakaan komunitas yang dibangun dari dana “proyek”, sehingga kemandirian masyarakat masih sangat minim.

Pelajaran yang dapat diambil dari kegiatan ini adalah dapat dijadikan tempat untuk mempromosikan program-program SATUNAMA, memperluas jaringan dengan lembaga lain, adanya tukar-menukar informasi dalam mengembangkan perpustakaan komunitas, dan melatih menjadi fasilitator dibidang literasi.

Penulis: Andri

Foto: Metana

Senin, Januari 12, 2009

No Fathers or Mothers Think Their Own Children Ugly

Pengantar

Berikut adalah tulisan yang diambil dari salah satu blog yang mendefinisikan tentang difable. Sistem pendidikan inklusif yang diperjuangkan oleh beberapa teman LSM tampaknya belum terlalu mendapatkan respon dari kalangan pembuat kebijakan, akibatnya cita-cita teman-teman difable untuk mengalami pendidikan “normal” tampaknya belum bersambut. Padahal berbaurnya teman difable dengan teman-teman seusianya di sekolah umum dipercaya akan menjadi obat yang mujarab bagi mental mereka. Berikut tulisan dari blog handaru (ed)

Difable atau Different Ability People. Saya mengenal istilah ini ketika membaca artkel yang ditulis oleh almarhum Mansour Faqih di harian Kedaulatan Rakyat. Di Amerika istilah yang digunakan adalah Disabled Persons. Banyak wacana yang antusias menggali istilah apa yang tepat untuk kaum penyandang cacat ini. Kajian tersebut diekplorasi dari sisi makna bahasa bahkan sampai pada proses pembentukan istilah itu sendiri.

Tulisan ini tidak akan menyentuh ribut-ribut soal istilah. Saya akan mengunakan istilah Difable karena istilah ini sedang In saja dan paling populer di antara kita. Jika nanti berkembang istilah lain yang ”pop” lagi saya akan ikut juga istilah tersebut.

Difable adalah fenomena real dan ada dari waktu ke waktu, bisa anak kita,suami kita, istri kita, saudara kita, orangtua kita, tetangga kita atau teman kita. Nyata, ini adalah bagian dari kita. Dikarenakan keterbatasan kemampuan mereka, secara sistem dan hukum alam akhirnya kaum Difable benar –benar tidak mendapat tempat yang sama di urusan publik. Sejarah panjang perjuangan mereka untuk mendapatkan empati sosial ( bukan simpati sosial ) telah tercantum dari berbagai slogan dari kaum Difable yaitu ”jangan kasihani kami tapi beri kami kesempatan” . Slogan tersebut sarat makna apa kemauan dasar mereka terhadap eksistensinya di bumi ini. Ada pencantuman nilai-nilai harga diri paling dasar manusia didalamnya.

Anda pernah melihat kaum Diffable lalu lalang di jalan atau tempat-tempat publik dengan merdeka ? Sangat jarang.! Bisa jadi karena secara statistik jumlahnya memang sedikit. Namun yang jelas dikarenakan fasilitas umum yang kita ciptakan tidak memungkinkan bagi mereka untuk bersama-sama dengan mereka yang dikaruniai kelengkapan fisik beraktivitas dengan cara yang sama. Ada dua hal utama yang tidak ada dalam fasilitas publik untuk kaum Difable , yaitu : sarana dan prasarana transportasi serta Toilet.

Sarana dan Prasarana Transportasi. Nyata sekali mereka harus diberikan akses yang sama dengan yang lain.Namun memang fasilitas harus khusus. Jika pemerintah belum bisa menyediakan jalan khusus untuk Difable. Maka paling tidak harus dimulai dari sarana dan prasarana ‘jalan’ di kantor-kantor pemerintah. Sehingga mereka bisa mengakses tempat dimanapun di dalam kantor. Tangga berjalan harus yang memungkinkan untuk kursi roda bisa bergerak bebas, lebar ruas untuk jalan di dalam ruang-ruang kantor, biasanya jarak antar meja menyulitkan untuk kaum Difable bergerak.

Toilet untuk kaum Difable juga harus didesain khusus. Ada fenomena melegakan ketika bangunan mall mall edisi baru sudah mulai membuat toilet khusus kaum Difable. Seperti untuk Ambarukmo Plaza di Jogjakarta. Ini membuat kaum Difable mempunyai hak yang sama dalam menikmati area-area publik. Dan semestinya juga kita memberikan mereka akses yang lebih luas lagi. Karena mereka adalah bagian kita.

Sumber ; http://handaru.wordpress.com/2007/09/26/difable-dan-fasilitas-publik/

Sabtu, Januari 10, 2009

Children’s Gathering@ Museum Affandi




On Sunday (29/7/2007), the Moblib team helped to organize a children’s gathering with Plan International, CWS, Lestari, Ciqal, Interaksi and Handicap International at the Affandi Museum on Laksda Adisutjipto road, in Yogyakarta. The theme for the day was “Every Child has The Same Rights”.

The day was used to promote the campaign for inclusive education for children that have special needs / different ability ( diffable ). For some time students with special needs have been taught in fantastic schools. However, when they need to return to their communities now and then they experience difficulties because they are not used to talking to and interacting with their friends in their community.

On the day there was a painting competition, workshop and stage performances with hundreds of children taking part with assistance from organizing NGOs.
The theme of the painting competition was “Every child has the same rights”.

From the activity it is hoped that all parties involved are more aware that children with special needs have the same rights as other children.

Jumat, Januari 09, 2009

CAMPING ALAM ANAK 11-12 JULI 2008













Peminjaman buku rutin daerah dampingan Duwet









Kegiatan rutin setiap hari Jumat di daerah dampingan Duwet, Sleman, Yogyakarta adalah peminjaman dan pengembalian buku. Karena minggu ini anak-anak sekolah masih libur, maka anggota perpustakaan datang ke Perpustakaan lebih awal. Kegiatan perpustakaan Duwet tidak hanya sekedar meminjam dan mengembalikan buku saja, tetapi juga membaca buku, bermain ular tangga, bermain dakon,menggambar, menulis karangan dan puisi, dan masih banyak kegiatan yang dilakukan anggota perpustakaan.

Semua Anak Harus Merdeka!!!



Merdeka Untuk Rakyat Kecil !

17 Agustus 2008 seluruh rakyat Indonesia merayakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia Ke 63, demikian pula Perpustakaan Keliling SATUNAMA juga menyambut Hari Kemerdekaan ini dengan mengadakan
berbagi macam lomba antara lain: mengarang dengan tema “Seandainya Aku Jadi Presiden Indonesia” dan
menggambar dengan tema “17 Agustusan”.

Tema ini diambil selain untuk memeriahkan Hari Kemerdekaan juga untuk menyambut PEMILU 2009 yang akan datang. Diharapkan dengan kegiatan ini dapat menggali aspirasi atau pendapat anak tentang pemimpin negeri ini yang dapat mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Hal ini juga merupakan salah satu wujud Pemenuhan Hak Anak bahwa anak juga berhak untuk berpartisipasi dan berpendapat. Lomba ini diikuti oleh 23 anak (L: 8, P: 15) dari Dusun Duwet, Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta.

Ada beberapa hasil tulisan atau karangan anak-anak yang menarik antara lain:
- Wahyudi Nugraha dari SDN Jatisari: Seandainya Aku Jadi Presiden Indonesia, aku akan mewujudkan negara Indonesia yang adil dan makmur, dengan menurunkan harga bahan bakar minyak dan sembako, mensejahterakan para pemulung, mendirikan sekolah gratis untuk rakyat yang tidak mampu dan akan mengurangi pencemaran lingkungan.
- Ineke Dellaneira A.W. dari SD Kanisius Duwet: Seandainya Aku Jadi Presiden Indonesia, aku akan memberantas korupsi dan mensejahterakan petani.
- Lidwina Mahesa Utami W.D. dari SD Kanisius Duwet: Seandainya Aku Jadi Presiden Indonesia, aku akan menjaga lingkungan tetap asri dengan mengurangi pembangunan gedung-gedung bertingkat, mengurangi pabrik rokok dan menghimbau masyarakat untuk merokok pada hari Minggu saja, mengurangi kendaraan bermotor dengan menggunakan bus way dan sepeda, menjunjung tinggi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Persatuan, mengurangi acara televisi yang kurang mendidik seperti sinetron, dan memberi kebebasan anak untuk berekspresi.

Selain itu dalam karangannya anak-anak juga mengkritisi apa yang telah dilakukan oleh pemerintah sekarang misalnya tidak adanya kenyamanan dan keamanan, kurangnya pelayanan kesehatan dari pemerintah masih ada kasus gizi buruk di beberapa daerah dan semakin mahalnya biaya pendidikan.



Penulis: Andri
Dokumentasi: Metana

Kamis, Januari 08, 2009

TALI edisi pertama





TALI adalah singkatan dari WARTA MOBILE LIBRARY. Warta adalah berita, sedangkan mobile library artinya perpustakaan keliling. Jadi, maksudnya adalah berita yang disajikan oleh Perpustakaan Keliling untuk sahabat MOBLIB.
Fungsi dari TALI, sebagai pengikat antara sahabat MOBLIB dengan Perpustakaan Keliling untuk Anak.
Selamat membaca...!!!

MOBILE LIBRARY



PERPUSTAKAAN KELILING ANAK SATUNAMA

Anak-anak harus menjadi pemain tangguh di masa depan. Untuk itu kami membantu membekali mereka dengan memperluas cakrawala dan pengetahuan mereka dengan menyediakan buku bacaan edukatif yang mempromosikan nilai-nilai universal. Buku-buku yang kami sajikan memuat nilai-nilai anti kekerasan, kesetaraan gender, sikap adil, persahabatan dengan lingkungan hidup dan rasa sayang terhadap sesama manusia.

Sampai saat ini Perpustakaan Keliling Anak SATUNAMA sudah mendampingi 15 komunitas, baik di sekolah-sekolah maupun di desa-desa di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sampai saat ini koleksi Perpustakaan Keliling Anak SATUNAMA mempunyai 9.000 eksemplar dan 65 keping VCD cerita anak-anak dan lagu anak-anak. Untuk membantu proses internalisasi dengan mereka, kami juga berinteraksi dengan melalui kegiatan-kegiatan, antara lain dengan mendongeng, melukis, bermain, kumpul bocah dan camping alam.

Strategi yang dikembangkan untuk mengelola perpustakaan keliling anak adalah dengan mengembangkan pendamping kelompok anak yang berasal dari masyarakat di daerah dampingan. Pelatihan dan pendampingan tentang bagaimana cara mengelola perpustakaan secara mandiri dan swakelola dilakukan dalam rangka menumbuhkan pendampingan anak dari masyarakat. Penyebarluasan dan promosi hak-hak anak menjadi salah satu pesan utama dalam kegiatan perpustakaan keliling, selain itu juga mempromosikan berbagai penyadaran tetang pertanian lestari, biodeversity dan nilai universal.


Tim MOBLIB 2009

email: moblib_usc@yahoo.co.id