Senin, Januari 12, 2009

No Fathers or Mothers Think Their Own Children Ugly

Pengantar

Berikut adalah tulisan yang diambil dari salah satu blog yang mendefinisikan tentang difable. Sistem pendidikan inklusif yang diperjuangkan oleh beberapa teman LSM tampaknya belum terlalu mendapatkan respon dari kalangan pembuat kebijakan, akibatnya cita-cita teman-teman difable untuk mengalami pendidikan “normal” tampaknya belum bersambut. Padahal berbaurnya teman difable dengan teman-teman seusianya di sekolah umum dipercaya akan menjadi obat yang mujarab bagi mental mereka. Berikut tulisan dari blog handaru (ed)

Difable atau Different Ability People. Saya mengenal istilah ini ketika membaca artkel yang ditulis oleh almarhum Mansour Faqih di harian Kedaulatan Rakyat. Di Amerika istilah yang digunakan adalah Disabled Persons. Banyak wacana yang antusias menggali istilah apa yang tepat untuk kaum penyandang cacat ini. Kajian tersebut diekplorasi dari sisi makna bahasa bahkan sampai pada proses pembentukan istilah itu sendiri.

Tulisan ini tidak akan menyentuh ribut-ribut soal istilah. Saya akan mengunakan istilah Difable karena istilah ini sedang In saja dan paling populer di antara kita. Jika nanti berkembang istilah lain yang ”pop” lagi saya akan ikut juga istilah tersebut.

Difable adalah fenomena real dan ada dari waktu ke waktu, bisa anak kita,suami kita, istri kita, saudara kita, orangtua kita, tetangga kita atau teman kita. Nyata, ini adalah bagian dari kita. Dikarenakan keterbatasan kemampuan mereka, secara sistem dan hukum alam akhirnya kaum Difable benar –benar tidak mendapat tempat yang sama di urusan publik. Sejarah panjang perjuangan mereka untuk mendapatkan empati sosial ( bukan simpati sosial ) telah tercantum dari berbagai slogan dari kaum Difable yaitu ”jangan kasihani kami tapi beri kami kesempatan” . Slogan tersebut sarat makna apa kemauan dasar mereka terhadap eksistensinya di bumi ini. Ada pencantuman nilai-nilai harga diri paling dasar manusia didalamnya.

Anda pernah melihat kaum Diffable lalu lalang di jalan atau tempat-tempat publik dengan merdeka ? Sangat jarang.! Bisa jadi karena secara statistik jumlahnya memang sedikit. Namun yang jelas dikarenakan fasilitas umum yang kita ciptakan tidak memungkinkan bagi mereka untuk bersama-sama dengan mereka yang dikaruniai kelengkapan fisik beraktivitas dengan cara yang sama. Ada dua hal utama yang tidak ada dalam fasilitas publik untuk kaum Difable , yaitu : sarana dan prasarana transportasi serta Toilet.

Sarana dan Prasarana Transportasi. Nyata sekali mereka harus diberikan akses yang sama dengan yang lain.Namun memang fasilitas harus khusus. Jika pemerintah belum bisa menyediakan jalan khusus untuk Difable. Maka paling tidak harus dimulai dari sarana dan prasarana ‘jalan’ di kantor-kantor pemerintah. Sehingga mereka bisa mengakses tempat dimanapun di dalam kantor. Tangga berjalan harus yang memungkinkan untuk kursi roda bisa bergerak bebas, lebar ruas untuk jalan di dalam ruang-ruang kantor, biasanya jarak antar meja menyulitkan untuk kaum Difable bergerak.

Toilet untuk kaum Difable juga harus didesain khusus. Ada fenomena melegakan ketika bangunan mall mall edisi baru sudah mulai membuat toilet khusus kaum Difable. Seperti untuk Ambarukmo Plaza di Jogjakarta. Ini membuat kaum Difable mempunyai hak yang sama dalam menikmati area-area publik. Dan semestinya juga kita memberikan mereka akses yang lebih luas lagi. Karena mereka adalah bagian kita.

Sumber ; http://handaru.wordpress.com/2007/09/26/difable-dan-fasilitas-publik/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar